Bulan Sura adalah bulan baru yang digunakan dalam tradisi penanggalan Jawa. Di samping itu bagi masyarakat Jawa adalah realitas pengalaman gaib bahwa dalam jagad makhluk halus pun mengikuti sistem penanggalan sedemikian rupa. Sehingga bulan Sura juga merupakan bulan baru yang berlaku di jagad gaib. Alam gaib yang dimaksudkan adalah; jagad makhluk halus ; jin, setan (dalam konotasi Jawa; hantu), siluman, benatang gaib, serta jagad leluhur ; alam arwah, dan bidadari. Antara jagad fana manusia (Jawa), jagad leluhur, dan jagad mahluk halus berbeda-beda dimensinya. Tetapi dalam berinteraksi antara jagad leluhur dan jagad mahluk halus di satu sisi, dengan jagad manusia di sisi lain, selalu menggunakan penghitungan waktu penanggalan Jawa. Misalnya; malam Jum’at Kliwon (Jawa; Jemuah) dilihat sebagai malam suci paling agung yang biasa digunakan para leluhur “turun ke bumi” untuk njangkung dan njampangai (membimbing) bagi anak turunnya yang menghargai dan menjaga hubungan dengan para leluhurnya. Demikian pula, dalam bulan Sura juga merupakan bulan paling sakral bagi jagad makhluk halus. Mereka bahkan mendapat “dispensasi” untuk melakukan seleksi alam. Bagi siapapun yang hidupnya tidak eling dan waspada, dapat terkena dampaknya.
Dalam siklus hitungan waktu tertentu yang merupakan rahasia besar Tuhan, terdapat suatu bulan Sura yang bernama Sura Duraka. Disebut sebagai bulan Sura Duraka karena merupakan bulan di mana terjadi tundan dhemit. Tundan dhemit maksudnya adalah suatu waktu di mana terjadi akumulasi para dedemit yang mencari “korban” para manusia yang tidak eling dan waspadha. Karena pada bulan-bulan Sura biasa para dedhemit yang keluar tidak sebanyak pada saat bulan Sura Duraka.
Sehingga pada bulan Sura Duraka biasanya ditandai banyak sekali musibah
dan bencana melanda jagad manusia. Bulan Sura Duraka ini pernah terjadi
sepanjang bulan Januari s/d Februari 2007. Musibah
banyak terjadi di seantero negeri ini.
1) Di awali tenggelamnya KM
Senopati di laut Banda yang terkenal sebagai palung laut terdalam di
wilayah perairan Indonesia. Kecelakaan ini memakan korban ratusan jiwa.
2) Kecelakaan Pesawat Adam Air hilang tertelan di palung laut dekat
teluk Mandar, posisi di 40 mil barat laut Majene. 3) Kereta api
mengalami anjlok dan terguling sampai
3 kali kasus selama sebulan.
4)
Tabrakan bus di pantura, bus menyeruduk rumah penduduk.
5) Kecelakaan
pesawat garuda di Yogyakarta.
6) Beberapa maskapai penerbangan mengalami
gagal take off, gagal landing, mesin error dsb.
7) Jakarta dilanda
banjir terbesar sepanjang masa.
8) Kapal terbakar di Sulawesi dan
maluku.
9) Kapal laut di selat Karimun terbakar lalu tenggelam memakan
ratusan korban berikut wartawan TV peliput berita.
10) Banjir besar di
Jawa Tengah, Angin puting beliung sepanjang Pulau Jawa-Sumatra. Dan
masih banyak lagi kecelakaan pribadi yang waktu itu
Kapolri sempat menyatakan sebagai bulan kecelakaan terbanyak meliputi
darat, laut dan udara.
Atas
beberapa uraian pandangan masyarakat Jawa tersebut kemudian muncul
kearifan yang kemudian mengkristal menjadi tradisi masyarakat Jawa
selama bulan Sura. Sedikitnya ada 5 macam ritual yang dilakukan menjelang dan selama bulan Sura seperti berikut ini;
1. Siraman malam 1 Sura; mandi besar dengan menggunakan air serta dicampur kembang setaman. Sebagai bentuk “sembah raga”
(sariat) dengan tujuan mensucikan badan, sebagai acara seremonial
pertanda dimulainya tirakat sepanjang bulan Sura; lantara lain lebih
ketat dalam menjaga dan mensucikan hati, fikiran, serta menjaga panca
indera dari hal-hal negatif.
2. Tapa Mbisu
(membisu); tirakat sepanjang bulan Sura berupa sikap selalu mengontrol
ucapan mulut agar mengucapkan hal-hal yang baik saja. Sebab dalam bulan
Sura yang penuh tirakat, doa-doa lebih mudah terwujud.
3. Lebih Menggiatkan Ziarah;
pada bulan Sura masyarakat Jawa lebih menggiatkan ziarah ke makam para
leluhurnya masing-masing, atau makam para leluhur yang yang dahulu telah
berjasa untuk kita, bagi masyarakat, bangsa, sehingga negeri nusantara
ini ada.
4. Menyiapkan sesaji bunga setaman dalam wadah berisi air bening. Diletakkan di dalam rumah. Selain sebagai sikap menghargai para leluhur yang njangkung dan njampangi
anak turun, ritual ini penuh dengan makna yang dilambangkan dalam
uborampe. Bunga mawar merah, mawar putih, melati, kantil, kenanga.
Masing-masing bunga memiliki makna doa-doa agung kepada Tuhan YME yang
tersirat di dalamnya (silahkan dibaca dalam forum tanya jawab). Bunga-bungaan juga ditaburkan ke pusara para leluhur, agar supaya terdapat perbedaan antara makam seseorang yang kita hargai dan hormati, dengan kuburan seekor kucing
yang berupa gundukan tanah tak berarti dan tidak pernah ditaburi bunga,
serta-merta dilupakan begitu saja oleh pemiliknya berikut anak turunnya
si kucing.
5. Jamasan pusaka; tradisi ini dilakukan dalam rangka merawat atau memetri
warisan dan kenang-kenangan dari para leluhurnya. Pusaka memiliki
segudang makna di balik wujud fisik bendanya. k the newest imperialism melalui cara-cara politisasi agama.
6. Larung sesaji;
larung sesaji merupakan ritual sedekah alam. Uborampe ritual disajikan
(dilarung) ke laut, gunung, atau ke tempat-tempat tertentu.
Bersamaan dengan ini Eyang Prabu Jarwodoso menyapa dulur dulur ANBES MANIA.
marilah kita semua mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.... karena segala hal yang terjadi di dunia ini adalah kehendak yang di atas
matur nuwuuuuuuunnnn......................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar